Total Pengunjung

Rabu, 29 Desember 2010

SHARI’A PRODUCTS IN GLOBAL COMPETITIVE ADVANTAGE


A.Pendahuluan
            Kemunculan lembaga-lembaga keuangan khususnya yang bergerak di sektor perbankan menempati posisi strategis dalam pengembangan perekonomian nasional, serta penyaluran arus investasi modal dan penempatan kerja di sektor sektor riil pembangunan nasional, agar secara utuh dapat meningkatkan nilai guna uang menjadi lebih efektif dan meningkatkan nilai tambah ekonomi (To Increase economic value). Ketersediaan sumber daya manusia yang luas serta peralihan ketergantungan teknologi dari negara kesejahteraan (Welfare State) ke dunia timur (Eastern Country) berdampak pada relokasi industri besar-besaran di negara-negara maju yang sudah tidak lagi ekonomis ketika berproduksi, tetapi pada tahap awal perkembangan fase tersebut, industri dalam negeri sangat rakus dalam melebarkan sayap bisnis nya, terutama sekali sejak banyak perusahaan ramai-ramai dengan sukarela mengimpor barang-barang modal dan investasi sehingga tingkat peranan utang (Leverage) meningkat pesat. Disinilah peran utama perbankan dalam memfasilitasi kebutuhan tersebut.
            Bukan hanya sektor  perbankan saja yang mengalami gejolak ekonomi, sektor pertanian dan industri juga memiliki aset dan tantangan tersendiri, seperti yang termaktub secara gamblang dalam UUD 1945 yang menjelaskan tentang kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan berbangsa. Dengan demikian, peranan sektor pertanian dan industri merupakan sebuah aset dan tantangan tersendiri bagi hajat hidup orang banyak, hingga saat ini pun, permasalahan  mendasar rakyat indonesia dalam mencukupi kebutuhan pangan dan pemerataan dunia pendidikan serasa hanya dibawah himpitan lidah penguasa, permasalahan yang berlarut larut lambat laun akan berdampak pada penurunan kualitas SDM dan persaingan kerja di bursa global.
            Kehadiran islam sebagai Way of life memberikan secercah harapan bagi seluruh umut manusia, sejarah pilu dan panjang ketika islam diturunkan di benua arab adalah tonggak peradaban islam pada masa berikutnya, sebelum islam datang, perbudakan merupakan asas ekonomi dunia melalui sejumlah kekaisaran. Raja dianggap hal yang patut disembah, disucikan dan dikultuskan, seluruh perintahnya adalah ucapan tuhan. Konsep perbudakan akhirnya tergantikan dengan sistem feodalisme sampai abad pertengahan, dimana konsep kepemilikan tanah dijadikan landasan berekonomi dan berkehidupan, para petani penggarap hanya diberikan upah yang tidak setimpal dengan jumlah keringat yang ia keluarkan selama bekerja akibatnya banyak dari pekerja yang tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, upah yang diberikan tidak mampu meng-cover kehidupannya maupun kehidupan keluarganya. [1]
Semenjak saat itu muncul berbagai aliran ekonomi pada umummnya, di belahan bumi bagian barat sistem ekonomi kapitalisme lah yang menguasai dengan prinsip pengakuan terhadap kepemilikan individu, kebebasan dalam berekonomi, kemaslahatan individu serta independensi ilmu ekonomi dari nilai, etika dan agama. Disisi lain sosialisme tumbuh sebagai antitesa dri sistem kapitalisme yang dianggap terlalu rakus dalam mengeksploitasi sumber daya yang ada, kedua duanya saling beradu argumen bahwa sistem ekonomi merekalah yang paling utama dalam mensejahterakan umat manusia. Ekonomi islam hadir ditengah tengah pertarungan mainstream ekonomi modern dengan berbagai produk yang ditawarkan, atas dasar pemikiran dialektika nilai-nilai spiritualisme dan materialisme, islam menawarkan kebebasan berekonomi tetapi tidak menafikkan intervensi negara, mengakuai adanya dualisme kepemilikan, menjaga kemaslahatan individu dan kemaslahatan bersama, menghindari transaksi ribawai serta menjadikan uang sebagai medium of exchange, bukan komoditi yang diperdagangkan[2]

B. PRINSIP OPERASIONAL BANK SYARIAH
            Bank syariah memiliki peran sebagai lembaga perantara (Intermediary) antara unit-unit bisnis dan ekonomi yang mengalami kelebihan dana (Surplus Unit) dengan unit-unit yang lain yang mengalami kekurangan dana (Deficit Unit). Melalui bank, kelebihan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah. Kualitas bank syariah sebagai lembaga perantara ditentukan oleh kemampuan manajemen bank untuk melaksanakan perannya.
            Suatu hal yang patut disesalkan dewasa ini adalah adanya kalangan yang masih memandang islam sebagai penghambat dalam pembangunan ekonomi. Pandangan –pandangan tersebut berasal dari pemikiran barat dan tidak sedikit juga yang berasal dari cendikiawan muslim. Kesimpulan yang demikian tergesa-gesa tersebut muncul sebagai akibat dari pandangan yang mengisolasi agama dari hal-hal yang berbau ekonomi, padahal dalam ajaran islam, agama merupakan satu sistem yang sangat komprehensif yang tidak hanya meliputi kegiatan ritual belaka tetapi juga mencakup kehidupan seluruh aspek manusia dan didalamnya pembangunan ekonomi.
            Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkar syari’ah islam tersebut ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar yaitu
1.      Sistem Simpanan Murni (al-wadi’ah)
Prinsip simpan murnio merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro atau tabungan. Dalm dunia perbankan identik dengan giro.

2.      Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah.

3.      Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip yang meliputi tata cara jual beli. Dimana bank akan membeli dulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen, bank melakukan pembelian barang atas nama bank
4.      Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Prinsip sewa secara garis besar terbagi kepada dua jenis : (1) Ijarah, sewa murni seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (Operating Lease), pada akhir masa sewa pemilik barang tidak berhak memiliki barang, (2) Bai al-Takjiri atau Al-ijarah bit Tamlik, merupakan prinsip sewa dimana si penyewa memiliki hak untuk memiliki barang pada akhir periode
5.      Prinsip Jasa / Fee (Al-ajr Walamullah)
Prinsip berdasarkan layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produknya antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa, Transfer, Dll. Secara syariah didasarkan pada Al-Ajr Wal Umulah

C. PRODUK OPERASIONAL BANK SYARIAH
            Secara garis besar pengembangan produk syariah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
                                i.            Produk Penghimpunan Dana
                              ii.            Produk Pelayanan Dana
                            iii.            Produk Jasa
Produk Penghimpunan Dana
Prinsip Wadiah
            Prinsip wadi’ah yaitu dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjam uang dan bank bertindak sebagai peminjam. Prinsip ini dikembangkan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:[3]
·         Keuntungan maupun kerugian dari aktivitas penyaluran dana akan ditanggung bank dan menjadi hak milik bank
·         Bank harus membuat akad pembukuuan rekening yang isisnya mencakup ijin penyaluran dana yang disimpan dan berbagai persyaratan lain yang tidak bertentangan
·         Dalam pembukaan rekening, bank dapat mengenakan biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi
·         Ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah
Lebih lanjut, produk tersebut dapat dikembangkan menjadi 2 yaitu Wadiah yad amanah dan wadiah yad dhommah
            Teknis perbankan dalam menerapkan al-wadiah sebagai berikut :[4]
·         Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadhiah yad dhommah yaitu penetapannya terdapat pada giro
·         Wadhiah yad dhommah berbeda dengan yad amanah. Yad amanah pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
·         Sedangkan dalam wadhiah yad dhommah pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan, sehingga harta tersebut boleh dialihfungsikan dan dimanfaatkan oleh pihak yang dititipi (bank)
·         Hukunya sama seperti al-Qard, dimana nasabah bertindak sebagi peminjam dan bank sebagai pihak yang dipinjam.
Prinsip Mudharabah
            Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul Mal (Pemilik Harta) dan bank sebagai Mudharib.jika terjadi kerugian maka bank yang akan menanggung keseluruhan biaya yang terjadi tetapi jika terjadi kelalaian dari pemilik modal maka pemilik modalah yang akan bertanggung jawab[5]. Adapun rukun-rukun dalam Mudharabah adalah :[6]
·         Ada Pemilik dana
·         Ada usaha yang akan dibagihasilkan
·         Ada nisbah
·         Ada ijab kabul
Aplikasi Prinsip Mudharabah :
·         Tabungan berjangka
·         Deposito berjangka
Ketentuan umum untuk prinsip mudharabah adalah :
·         Bank wajib memberitahuakn kepada pemilik dana mengenai tata cara pemberitahuan keuntungan dan atai pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana, yang dicantumkan dalam aqad
·         Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan. Untuk deposito bank wajib memberikan sertifikat atau tanda bukti.
·         Tabungan dapat diambil setiap saat tetapi tidak diperkenankan memiliki neraca atau saldo negatif
·         Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati
·         Ketentuan lain berlaku jika tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah
Secara teknis dapat dijabarkan menjadi 5 teknis utama yaitu:
·         Jumlah modal yang diserahkan harus dalam bentuk tunai, jika diserahkan bertahap maka harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
·         Hasil perhitungan Mudharabah dapat dihitung melalui dua mekanisme yaitu penghitungan dari pendapatan proyek (Revenue Sharing) dan keuntungan proyek (profit sharing)
·         Hasil usaha dibagi dengan persetujuan, bank menanggung seluruh kerugian kecuali diakibatkan oleh kelalaian nasabah seperti kecurangan, penyelewengan dan penyalahgunaan dana
·         Bank berhak melakukan pengawasan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah
·         Jika nasabah melanggar perjanjian maka bank berhak mengenakan denda atau sanksi administrasi
Produk penyaluran Dana
            Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:[7]
1.      Transaksi Pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli
2.      Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
3.      Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil
Prinsip jusl beli (Tijaroh)
            Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan pola:
·         Dilakukan untuk transfer of property
·         Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi harga jual barang prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut:[8]
1.      Pembiayaan murobahah (asal kata ribhu = keuntungan); bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh.
2.      Salam (jual beli tetapi barang belum ada). Pembayaran tunai, barang diserahkan tangguh. Bank sebagai pembeli, dan nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan
Ketentuan umum dalan ba’i as-salam :
·         Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya
·         Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, nasabah harus bertanggung jawab.
·         Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan, maka bank dimungkinkan melakukan akad salam pada pihak ketiga (pembeli kedua)
3.      Istishna’, jual beli seperti akad salam namun pembayarannya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna’ diterapkan pada pambiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum:
·         Spesifikasi barang pesanan harus jelas
·         Harga jual yang disepakati dalam akad tidak diperkenankan untuk dirubah
·         Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan harga pesanan, biaya keseluruhan ditanggung oleh nasabah.


Prinsip sewa (Ijarah)
            Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada prinsipnya hampir sama dengan jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya, bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang maka dalam ijarah obyek transaksinya adalah jasa.
Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
            Produk bagi prinsip bagi hasil adalah dalam bentuk berikut :
1.      Musyarakah
 adalah kerja sama dalam suatu usaha oleh dua pihak, secara spesifik dalam buku “bank islam : analisis fiqh dan keuangan” karya  ir. Adiwarman Karim menyebutkan bahwa bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (Trading Asset), kewiraswastaan (Enterpreneurship), kepandaiaan (Skill), kepemilikan atau Intangiable asset (seperti hak paten atau Godwill), kepercayaan /reputasi (Credit Worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribuisi masing-masing dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel dipasaran lembaga keuangan syari’ah.[9]
2.      Pembiayaan Mudharabah
Karim menyebutkan bahwa mudharabah memiliki definisi bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam paduan kontribusi 100% modal kas  shahibul al-mal dan keahlian dari mudharib[10]
Akad Pelengkap
            Al-hiwalah (anjak Piutang / alih utang piutang), transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktik perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.[11]
Rahn (gadai / mortgage)
                        Yaitu untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria : milik nasabah sendiri, jelas spesifikasi barang, dapat dikuasai oleh bank namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.[12]
            Al-Qardh
                        Yaitu pinjaman kebaikan. Produk ini digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Biasanya digunakan untuk membiayai usaha kecil dan keperluan sosial. Dana tersebut diperoleh dari dana zakat, infaq dan shodaqoh.[13]
            Wakalah
                        Nasabah memberi kuasa bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti : transfer, dsb[14]
            Kafalah
                        Bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mepersyaratkan nasabah untuk menenpatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat menerima dana tersebut dengan prinsip Wadi’ah. Bank dapat ganti biaya jasa yang diberikan[15]







DAFTAR PUSTAKA
            Sudosono, Heru, (2003), Lembaga Keuangan syariah, Yogyakarta : Ekonisia
            Muhammad, (2005), Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN
            Karim, (2004), Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keauangan, Jakarta : Rajawali Press
            Susanto, (2008), Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, Yogyakarta : UII Press


[1] Kuncoro, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 2005), 1-4

[2] Al-Mishri, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2006), 11
[3] Anonimus, Produk-produk Bank Islam, Jakarta : Karim Consulting bekerja sama dengan Bank Indonesia, 2002.
[4] Heru, Lembaga keuangan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia, 2003. 64
[5] Ahmad asy-syarbasyi, 1987, al-Mu’jam al-iqtishad al-islam, Dar Alamil Kutub, beirut dalam Muh.Syafii Antonio, (2001), Op. Cit. h 95. Lihat juga Nejatullah Sadiqi, (1996), Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam, Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta, h.15-18

[6] Ibid
[7] Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, h 93
[8] Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, h 94
[9] Karim, 2004, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, jakarta : RajaGrafindo Persada.  h92

[10]  Karim,Op.Cit, 93
[11] Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, h 100
[12] Muhammad,Op.Cit, 101
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Ibid

Sabtu, 25 Desember 2010

Dua Wajah Jurnalisme

DUA WAJAH JURNALISME
Bagi sebagian pembaca awam istilah jurnalisme mungkin hanya sebatas ruang sempit penyajian berita terbaru, wawancara, verifikasi data dan segala tetek bengek  setumpuk informasi yang harus diseleksi mana yang layak terbit serta mungkin nasib paling nahas adalah ketika tuntutan seorang jurnalis profesional dalam menyelesaikan tugasnya, maut pun ia tantang. Bukan bermaksud mengkerdilkan peran seorang jurnalis, tetapi dalam konteks yang lebih komprehensif, hampir setiap jurnalis yang bekerja pada perusahaan media dunia sepakat bahwa harga mati yang menjadi acuan profesionalitas mereka adalah indepedensi. Pers berdiri netral, ia tidak bersembunyi dari berbagai selimut kepentingan, bukan alat politik korporasi apalagi menjadi kaki tangan corong propaganda seperti negara-negara komunis, inilah yang membedakan jurnalisme dengan opini ,novel fiksi atau sastra. Perihal berita yang disajikan jauh dari kata valid dan reliable, jurnalisme masih setia terhadap tradisi lama dalam memegang teguh prinsip indepedensi dan objektivitas.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas, dewasa ini kajian jurnalisme yang semakin berkembang dari pengertian dasarnya yaitu menyajikan informasi, sudah menjadi menu wajib bagi para pengamat ekonomi, para pengambil kebijakan serta bagi mereka yang mengabdikan dirinya untuk mewujudkan dunia yang saling terkoneksi satu sama lain, informasi bak  kacang goreng di pasaran, lenyap satu muncul lainnya sehingga ketergantungan terhadap informasi layak menjadi prioritas utama di era informasi seperti ini. Penyebaran informasi yang sedemikian cepat bukan tidak mustahil menimbulkan masalah,  belakangan ini berbagai media internasional menyingkap skandal terbesar dalam sejarah dunia jurnalisme, WikiLeaks yang merupakan sebuah portal Whistle-Blower sekumpulan wartawan investigasi, hacker serta 800 wartawan lepas dari berbagai negara membocorkan puluhan ribu dokumen pemerintah amerika serikat melalui jaringan kabel bawah tanahnya yang diantaranya bahkan berstatus Secret Document, negeri Uncle Sam akhirnya kebakaran jenggot Aktivitas jurnalisme yang dinilai sebagain pihak sudah terlampau jauh mengundang polemik tersendiri bagi publik. Julian assange boleh saja berlindung dari payung amandemen pertama dengan alasan bahwa ia ingin menemukan standar baru bagi jurnalisme masa depan “Saya ingin menciptakan standar baru jurnalisme ilmiah” paparnya seperti yang dikutip ANTARA news.
Kasus serupa juga pernah terjadi, William Mark Felton dan Inu kencana, dua nama diatas merupakan para dedengkot Whistle Blower (Baca:Pembocor) yang membuat gerah institusi publik maupun swasta. Skandal watergate yang terkenal memaksa Richard Nixon angkat kaki dari jabatan kepresidenan, nama yang terakhir mungkin lebih familiar pada publik dalam negeri, rangkaian kasus yang menimpa mahasiswa IPDN dan berujung pada kematian 3 mahasiswa membuka bobrok institusi pendidikan dalam negeri.
 Jurnalisme dalam setiap kesempatan, punya karakter tersendiri. Dalam bukunya yang terkenal “9 Elemen Jurnalisme” Bill Kovach mengungkapkan bahwa peran pers selain bertugas sebagai pencari kebenaran, kepanjangan tangan dari rakyat dan membuat berita penting menjadi menarik untuk dibaca juga harus memiliki pijakan moral sebagai anjing penjaga (watch dog) bagi penguasa. Dorongam moral dalam diri pers untuk menyingkap data tersembunyi diyakini mampu mengubah pola pikir pembaca agar lebih Aware mengkaji suatu wacana berbau kontroversial. Pada titik inilah jurnalisme membentur dinding tebal, negara punya andil besar untuk mengendalikan arus informasi karena pers kerap diidentikkan dengan publik, maka publik yang baik adalah publik yang patuh terhadap hukum dinegaranya. Sebagian ahli menyebut sah-sah saja jika media lain tidak mampu mengungkap penyelewengan pemerintah terhadap publik sendiri, seperti yang dituliskan oleh profesor jurnalisme pada University of George Washington , Mark feldstein pada American Journalism Review edisi bulan september  Manakala jurnalisme tak mampu mengungkap penyelewengan, maka aktivis-aktivis anti penyalahgunaan wewenang bakal mengambilalih peran itu. Kadang dengan mempengaruhi peristiwa-peristiwa lewat cara-cara yang tak pernah terpikirkan politisi” kata Feldsten
            Pernyataan diatas tidak senada dengan yang dikatakan oleh sekretaris International Federation of Journalist (IFJ) agar tidak sembarangan dalam memproses data jurnalistik.”Jurnalis harus bertanggung jawab atas apa yang ia publikasikan” ujarnya dalam konfrensi dengan seluruh wartwan asia-afrika, selasa (21/12) malam lalu. Bagaimanapun juga, kebebasan pers adalah gambaran dari pemerintahan yang demokratis, sebab dalam pemerintahan yang demokratis negara menjamin hak rakyatnya untuk mengetahui disamping dua hak penting lainnnya yaitu kebebasan untuk berbicara dan kebebasan untuk berpendapat.
            Cerita punya cerita, sikap kritis yang dikembangkan oleh jurnalisme jangan selalu disalahartikan, benar jika jurnalisme harus bersekikap kritis bahkan menjurus skeptis , dengan sikap kritis itulah muncul kepercayaan publik bahwa pers telah menempatkan peran dan posisinya seperti yang diharapkan, tetapi hal tersebut bisa salah kaprah bilamana sikap kritis yang dimaksud tidak dibarengi oleh sikap tanggung jawab terhadap isi informasi tersebut.



Manajemen Upah dan Gaji


STRATEGI KEBIJAKAN MANAJEMEN GAJI DAN UPAH
Hal yang paling mendasar bagi kemajuan sebuah organisasi adalah kemampuan memotivasi karyawan agar mampu mencapai performa yang maksimal dalam bekerja, salah satu unsur penting dalam memotivasi karyawan adalah pemberian gaji atau upah, layaknya manusia yang lain, motivasi seseorang dalam bekerja tentu saja berasal dari dorongan agar mampu menjadikan dirinya lebih baik dari sebelumnya, mampu mengapresiasikan dan mencurahkan segala kemampuan terbaiknya untuk kemajuan organisasasinya sehingga muncul timbal balik yang sesuai dari organisasi berupa kompensasi. Di indonesia membicarakan gaji adalah hal tabu bagi pegawai dan majikan, mindset negatif demikian sudah menjadi tradisi yang mengakar tetapi justru dengan pembicaraan jumlah kompensasi yang diterima manajer mampu memperhitungkan kompetensi seorang calon pegawai baru, Berbagai kasus yang terjadi mengungkapkan bahwa hampir 90% pertentangan industrial antara majikan dan pekerja adalah jumlah besaran upah atau gaji yang diterima, berdasarkan fakta inilah yang kemudian menginspirasi berbagai penulis, pemerhati SDM serta manajer untuk mengkaji secara spesifik permasalahan gaji dan upah tersebut.
Menurut Edwin B.Hippo, Kompensasi merupakan harga untuk jasa jasa yang telah diberikan seseorang kepada orang lain. pengertian lain diterjemahkan oleh Prof.Dr.F.J.H.M Vander van adalah tujuan obyektif dari harga ekonomis, pakar manajemen SDM yang lain, Prof. Imam Soepomo, S.H berpendapat bahwa pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan dalam arti lain merupakan jaminan keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja melauli masa atau syarat syarat tertentu (Purwono, 1987 : 25), pengertian yang hampir sama juga diungkapkan oleh undang undang kecelakaan tahun 1947 nomor 33 pasal 7 ayat a dan b, mengenai upah yaitu meliputi pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan dan biaya lain dengan Cuma-Cuma yang nilainya ditaksir menurut harga umum di tempat itu (Soeprihanto, 1987 : 26), hemat saya, kompensasi merupakan segala bentuk apresiasi yang ditunjukan kepada karyawan dalam bentuk finansial maupun non finansial atas ganti biaya produksi tenaga kerja.
 Lebih jauh kompensasi harus mampu meliputi keadilan internal dan keadilan eksternal, keadilan internal adalah keadilan yang sesui dengan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan masing-masing, karyawan dengan tugas mengoperasikan mesin tentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadi kecelakaan di tempat kerja sehingga ia layak mendapatkan tunjangan asuransi yang lebih besar daripada karyawan lainnya, kedua adalah keadilan eksternal berupa gaji yang sesuai jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain, sebagian besar manajer SDM menghabiskan 70% waktunya membandingkan tingkat upah satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam tahap awalk perekrutan karyawan baru.
Dilihat dari bentuknya, kompensasi dapt berwujud gaji, bonus, upah, insentif dan tunjangan. Bila kita perhatikan secara lebih teliti, kompensasi bersifat kompetitif, mengapa dikatakan demikian pemberian kompensasi perusahaan terhadap pegawainya dapat menjadi sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai jika diberikan sesuai dengan tingkat dan tanggung jawab jabatan yang ia emban, semakin besar resiko seseorang menanggung jabatan tertentu, semakin besar pula jumlah kompensasi yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pegawai yang bersangkutan, perusahaan tidak harus menaikan jumlah slip gaji yang ditetapkan tiap bulannya, banyak cara yang bisa dilakukan oleh para manajer untuk memotivasi pegawaianya agar tetap pada performa puncak (Peak Performance) misalkan dengan pemberian bonus tambahan, insentif atau tunjangan kepada pegawainya.
Tujuan Kompensasi
Pengembangan organisasi modern yang berkelanjutan memerlukan sumber daya manusia yang produktif, begitupula dengan kemampuan organisasi untuk mensejahterakan karyawan berkesesuaian dengan tujuan kompensasi diantaranya agar menarik pegawai yang berkualitas, mempertahankan pegawai yang memiliki tingkat performa memuaskan, memotivasi kinerja pegawai yang lain, membangun komitmen penuh dalam pengembangan organisasi, mengalokasikan secara efisien sumber daya manusia khususnya angkatan kerja (Wibowo 2007:160), mendorong stabilisasi pertumbuhan ekonomi pada umumnya  serta hal yang terpenting adalah mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan dalam rangka meningkatkan kompetensi organisasi dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetiif (Armstrong dan Murlis : 1998 : 75).
Dipandang dari berbagai sudut, ekpetansi karyawan terhadap sejumlah gaji yang ditawarkan memiliki hubungan positif terhadap motivasi perilaku kinerja di perusahaan, yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen pengupahan dan kinerja secara khusus menitikberatkan pada 3 hal
·        Efektivitas uang sebagai motivator
·        Alasan mengapa orang bisa dipuaskan atau tidak dipuakan dengan imbalan
·        Kriteria yang digunakan untuk mengembangkan kompensasi karyawan
Uang dan Motivasi
          Beberapa dekade terakhir ini, hubungan uang terhadap motivasi karyawan adalah pemicu utama perdebatan panjang tentang keefektifan uang sebagai motivator utama dalam bekerja,  secara garis besar pendekatan tersebut diklasifikasikan menjadi 4 pandangan utama.
·        Pendekatan ‘Manusia Ekonomi’
·        Model dua faktor Herzberg
·        Teori Instrumental
·        Teori Persamaan
Pendekatan ‘Manusia Ekonomi’
          Menurut pandangan ini, pendekatan ini mengasumsikan bahwa orang akan terdorong untuk bekerja jika imbalan dan penalti langsung dikaitkan dengan hasil yang dicapai. Pendekatan demikian masih digunakan secara luas dan dalam beberapa keadaan, memang dianggap berhasil. Kegagalan pendekataan seperti ini lebih dikarenakan ketidakmampuan organisasi untuk memahami kenyataan bahwa sistem kontrol resmi bisa sangat dipengaruhi oleh hubungan informal diantara para karyawan (Werther dan Davis, 1996 : 389)
Model dua faktor Herzberg
          Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh herzberg terhadap 200 teknisi dan akuntan diungkapkan bahwa uang bisa disebut sebagai ‘faktor higenis’, ia menganggap gaji atau upah lebih berfungsi sebagai pencegah penyakit bukan untuk meningkatkan kesehatan, tetapi dampaknya terhadap ketidakpuasan bersifat jangka panjang sampai beberapa bulan. Tetapi penelitian lain yang dilakukan oleh Opshal dan Dunnette menyatakan hal yang bersebrangan, sehingga model dua faktor tidak mampu memberikan pijakan dasar terhadap kebijakan penggajian. (Siagian, 2006 : 290)
Teori Instrumental
          Teori ini menyatakan bahwa uang hanyalah sarana pencapaian tujuan, dan dipengaruhi secara langsung oleh dua faktor yaitu : pertama, kuatnya kebutuhan dan kedua, tingkat keyakinan orang tersebut bahwa perilakunya akan menghasilkan uang. Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Gellerman dan menyebutkan bahwa uang memiliki nilai tersendiri bagi orang yang berbeda, di waktu yang berbeda, kompetensi yang berbeda serta lingkungan yang berbeda. Dia menggarisbawahi kekuatan uang yang begitu ampuh untuk kepuasan semua kebutuhan dasar, namun efektivitas uang sebagai motivator tergantung pada sejumlah keadaan, termasuk nilai dan preferensi yang dianut oleh individu terhadap berbagai jenis imbalan finansial maupun nonfinansial. (Suryadi, 1999 : 5)
Teori Persamaan
          Teori persamaan dikembangkan oleh adams, berpendapat bahwa gaji atau imbalan merupakan rasio yang sebanding terhadap apa yang dicurahkan pada pekerjaannya, teori ini sangat berkaitan dengan teori ketidaksesuaian (Discrepency Theory) yang, seperti dinyatakan harus memiliki prinsip rasa adil bagi setiap karyawan atas tingkat pekerjaan dan kapasitas individu dalam mengerjakannya. (Werther dan Davis, 1996 : 392)
 Kesimpulan pengupahan sebagai motivator karyawan
          Uang berperan sagat penting dalam kehidupan sehari hari, uang tidak hanya difungsikan sebagai alat jual beli maupun perdagangan saja, tetapi melingkupi sarana untuk mengungkapkan rasa terima kasih terhadap seseorang selama berprestasi di tempat kerjanya.
          Adapun gaji adalah penyambung utama organisasi agar mampu merekrut karyawan yang berkualitas, walaupun faktor yang lebih menentukan adalah peluang karier dan reputasi organisasi yangh dituju. Gaji dan uang sangat bisa memotivasi karyawan apabila dilakukan secara adil, gaji bisa memperkuat perilaku kinerja, tetapi jika penggunaan yang tidak tepat maka akan berakibat pada tingkat performa pegawai yang bersangkutan, disamping peran pengupahan dalam memotivasi karyawan, perusahaan harus menghadapi tantangan sistem penggajian yang semakin modern dan kompetitif diantaranya adalah tingkat gaji yang lazim, kekuatan serikat buruh, katalisator pemerintah, kebijakan strategi penggajian, faktor perdagangan internasional dan biaya produktivitas tenaga kerja.


Daftar Pustaka
Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, terj. (Jakarta : Prenhalindo, 1998), hlm.95.
William B.Werther, jr dan Keith Davis, Human Resource and personnel management (New York : McGraw-Hill, 1993)
Lawler, E (1998) “Pay per Performance : Making It Work” Personnel, October
Daniels, C.Aubrey, Maximum Performance (Jakarta : Gramedia, 2005)
Soeprihantoro, John. Manajemen Personalia (Yogyakarta : BPFE, 1987)
Herzberg, F., Mauser, B., dan Synderman, B., The Motivation To Work (New York : John Willey & Son, Inc, 1959)
Wibowo, Manajemen Kinerja (Yogyakarta : Rajawali Press, 2007)
Siagian, Sondang. Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Bumi Aksara, 2006)
Prawirosentono, Suryadi. Kebijakan Kinerja Karyawan :Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia (Yogyakarta : BPFE, 1999)